PENGALAMAN UNIK




Tulisan ini sama sekali tidak bertujuan untuk menjatuhkan martabat polisi yang memang sudah jatuh. Tapi hanya sekedar mencurahkan sekelumit kepenatan tentang kepolisian. Untuk para polisi yang jujur dan berdekasi di luar sana, tetap semangat! Semoga semakin banyak orang seperti anda.

Mengapa sebuah perusahaan rokok mau menggunakan polisi tidur sebagai bahan marketing mereka? Sudah pasti karena hal tersebut telah membumi, atau bahasa lainnya dirasakan oleh banyak orang. Siapa yang tidak kesal dengan polisi tidur? Aku? Jangan ditanya. Untuk pergi ke kantor aku pasti selalu berhadapan entah berapa puluh polisi tidur. Entah kenapa orang jaman sekarang senang sekali dengan yang namanya polisi tidur.
Aku tahu bahwa polisi tidur itu berfungsi untuk mengurangi laju kendaraan yang tujuan awalnya tentu mengurangi jumlah kecelakanaan. Memang ini sebuah dilema.


Khususnya di jalanan sempit, polisi tidur akan semakin banyak dibuat. Dari kompleks perumahan sampai ke rumah di gang-gang. Aku tidak akan banyak mengeluh jika polisi tidur dibangun dalam batas kewajaran. Tapi, kalau setiap 2-3 meter dibangun polisi tidur… Oh, my! Bagiku sebagai seorang pengendara tentu saja itu sangat menjengkelkan. Bukan hanya merusak motor, tetapi juga menyita waktu yang cukup banyak. Kenapa harus ada polisi tidur? Terlebih lagi jika polisi tidur dibuat pada jalanan yang banyak lubang dan padat kendaraan… sia-sia! Sebaiknya polisi tidur itu dibangunkan saja!

Bagaimana dengan polisi bangun?

Aku sudah cukup sering berhadapan dengan “polisi” bangun ini. Sampai untuk proses penyelesaian penilangan benar-benar seperti murni orang berdagang. Polisi sudah pasti bersembunyi di suatu tempat yang rawan pelanggaran lalu-lintas. Entah itu karena disengaja dengan marka jalan yang minim atau alasan lainnya. Bahkan mereka yang notabene menertibkan jalanan malah bertindak sebaliknya dengan mengadakan “razia”. Jalanan menjadi macet karena setiap pengendara motor diberhentikan di tengah jalan. Aku sering mengalami yang seperti ini.


“Pak, anda melanggar… bla… bla…”

“Ya udah, kalau damai berapa, Pak?”

“Tiga puluh ribu!”

“Dua puluh aja deh, Pak?”

“Siniin cepetan!”

“Ada kembalian tiga puluh ribu kan, Pak?”

Kemudian polisi itu menyelipkan uang 30 ribunya di belakang SIM dan STNK yang sebelumnya telah ia ambil. Semua pun seperti itu, biasa saja.

Ada lagi jenis polisi yang hanya “mejeng” di tengah jalan. Mereka hanya melihat-lihat sambil meniup peluit dengan asal. Dan jalanan yang kacau itu pun terus berlanjut. Angkutan umum yang ngetem dibiarkan saja. Mungkin sudah dapat upeti dari si supir. Coba mainlah ke daerah Ciledug! Polisi seperti ini memang seharusnya ditidurkan saja. Andai… oh… andai…